CATATAN



MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

Oleh : Renggani, S.Pd.SH.M.Pd.


Dalam dunia pendidikan masih ada kalangan pendidik yang menyatakan bahwa keberhasilan pendidikan hanya diukur dari tercapainya target akademis siswa. Karena itu wajar jika sebagian mereka ada yang mengajar hanya dengan orientasi bahwa siswa harus mendapatkan nilai akademis setinggi-tingginya jika ingin dianggap telah berhasil. Belum terfikirkan bagaimana proses pembelajaran membawa siswa kepada sosok generasi bangsa yang tidak sekedar memiliki pengetahuan, tetapi juga memilki moral yang mencerminkan nilai-nilai luhur yang tertanam dalam benak siswa. Seiring dengan era globalisasi dan kemajuan dunia informasi, bangsa Indonesia tengah dilanda krisis nilai-nilai luhur yang menyebabkan martabat bangsa Indonesia dinilai rendah oleh bangsa lain. Oleh karena itu, karakter bangsa Indonesia saat ini perlu dibangun kembali.

A. Nilai Karakter Bangsa
 
Tampaknya tidak berlebihan jika bangsa Indonesia selama ini digambarkan sebagai bangsa yang mengalami penurunan kualitas karakter bangsa. Mulai dari masalah gontok-gontokan , kurang kerja sama, lebih suka mementingkan diri sendiri, golongan atau partai, sampai kepada bangsa yang sarat dengan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Persoalan ini muncul karena lunturnya nilai-nilai karakter bangsa yang diakui kebenarannya secara universal. Karakter bangsa yang dimaksudkan adalah keseluruhan sifat yang mencakup perilaku, kebiasaan, kesukaan, kemampuan, bakat, potensi, nilai-nilai, dan pola piker yang dimiliki oleh sekelompok manusia yang mau bersatu, merasa dirinya bersatu, memiliki kesamaan nasib, asal, keturunan, bahasa, adat dan sejarah bangsa. Sekurang-kurangnya ada 17 nilai karakter bangsa yang diharapkan dapat dibangun oleh bangsa Indonesia. 

Adapun nilai-nilai karakter bangsa yang dimaksud adalah iman, taqwa, berakhlak mulia, berilmu/berkeahlian, jujur, disiplin, demokratis, adil, bertanggung jawab, cinta tanah air, orientasi pada keunggulan, gotong royong, sehat, mandiri, kreatif, menghargai, dan cakap. Khususnya bangsa Indonesia, upaya penanaman nilai-nilai karakter bangsa sebenarnya sudah dimulai sejak dicetuskannya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, yang secara implicit ada kesamaan antara nilai-nilai pada biutir-butir Pancasila dengan nilai-nilai karakter bangsa.
Pembangunan karakter bangsa adalah upaya sadar untuk memperbaiki, meningkatkan seluruh perilaku yang mencakup adat istiadat, nilai-nilai, potensi, kemampuan, bakat dan pikiran bangsa Indonesia. Untuk membangun karakter bangsa, haruslah diawali dari lingkup yang terkecil. Khususnya di sekolah, ada baiknya kita menganalogikan proses pembelajaran di sekolah dengan proses kehidupan bangsa. Upaya mewujudkan nilai-nilai tersebut di atas dapat dilaksanakan melalui pembelajaran. Tentu saja pembelajaran yang dapat mengadopsi semua nilai-nilai karakter bangsa yang akan dibangun.

B. Pembelajaran Kontekstual
 Menurut saya, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dengan berbagai model dan metodenya, dapat dijadikan sebagai alat untuk membangun karakter bangsa. Model-model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual menekankan keterlibatan aktif siswa dalam belajar. Baik dalam tugas-tugas mandiri maupun kelompok. Di samping itu, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memiliki tujuan dan komponen yang sangat mendukung bagi terlaksananya nilai-nilai karakter bangsa, yaitu:


1. Construcivism. Guru meyakinkan pada pikiran siswa bahwa ia akan belajar lebih bermakna 
     jika ia mampu bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan membentuk atau membangun                 pengetahuan atau keterampilan barunya sendiri. 
2. Inquiry. Guru dan siswa melaksanakan proses penemuan pengetahuan secara mandiri, dan       menjadi inti dari pembelajaran kontekstual. Komponen ini sangat mendorong tumbuhnya nilai     kemandirian pada siswa. 
3. Questioning. Guru dan siswa senantiasa mengembangkan pertanyaan agar menumbuhkan         rasa ingin tahu. Komponen ini mendorong terwujudnya nilai orientasi pada keunggulan. Hal ini     juga merupakan alat bagi siswa untuk dapat menyelesaikan masalah belajar ketika                       mendapati tantangan. 
4. Learning community. Guru senantiasa membiasakan memabngun belajar kelompok, atau           dapat juga berpasangan. Kemudia siswa dilatih dan dimantapkan pengetahuannya untuk             bekerja secara perorangan. Komponen ini sangat penting bagi upaya terwujudnya nilai               demokratis, menghargai, gotong royong, bertanggung jawab, dan orientasi pada                           keunggulan. 
5. Modelling. Dalam sebuah pembelajaran keterampilan tertentu ada model yang bisa ditiru,           baik dari guru, siswa maupun alat peraga yang digunakan untuk mempermudah pemahaman     siswa. Komponen ini dapat melahirkan nilai-nilai berakhlak mulia, iman, dan taqwa, cinta             tanah air, dan kreatif. Hal ini dapat dipahami misalnya ketiga guru sejarah menerangkan             figure Pangeran Diponegoro yang relegius berjuang dengan jiwa dan raga untuk menjaga           martabat bangsa. 
6. Reflection. Cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berfikir ke belakang tentang         apa-apa yang sudah dilakukan. Refleksi dapat berupa pernyataan langsung tentang apa-apa     yang diperolehnya pada hari itu, baik berupa catatan atau jurnal di buku siswa, kesan maupun     saran siswa. Komponen ini dapat melahirkan kesadaran untuk senantiasa berinteropeksi diri     setiap kali telah melakukan sesuatu. 
7. Authentic assessment. Proses pengumpulan data yang bisa memberikan gambaran                   perkembangan belajar siswa, baik oleh guru maupun siswa. Khususnya bagi siswa,                     komponen ini membiasakan siswa untuk dapat mengukur diri apakah sudah baik? Apakah         sudah maju? Apakah sudah berhasil? Adakah hambatan? Atau bagaimana cara mengatasi       hambatan? Anak kita yang sejak dini terbiasa dengan   authentic assessment akan menjadi       tulang punggung Negara dalam membangun bangsa.

Cepat atau lambat jika kita merasa bertanggung jawab untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa dalam semua sector kehidupan berbangsa dan bernegara, maka para pendidik senini mungkin harus menyisipkan nilai-nilai karakter bangsa. Nilai-nilai karakter ini bisa ditanamkan dalam pembelajaran dan juga dalam kegiatan ekstrakurikuler seperti kegiatan pramuka, haiking, penghijauan, olah raga, dan lain-lain. Karena di sekolah, melalui wahana itulah kita dapat membangun karakter bangsa.
 

Rengganis Anak Desa Merapi Blogger Templates Designed by productive dreams | Free Wordpress Templates. presents HD TV Watch Futurama Online. Featured on Singapore Wedding Cakes. © 2011